Pak Reki namanya, seorang pencari barang bekas sekaligus korban terdampak, berasal dari Lundang, Payakumbuh Timur. Pagi itu, selepas mengantar anaknya sekolah, ia bergegas menuju sisa puing Pasar Payakumbuh yang baru saja dilalap api pada (26/8/2025) lalu dan berharap menemukan kuningan.
Di samping mencari kuningan, di becaknya sudah terlihat barang-barang bekas dari reruntuhan kebakaran, siapa tahu bisa meringankan hidupnya. Pekerjaan yang biasanya dilakoni dengan mengumpulkan karton bekas seharga Rp1.500 per kilo, kini beralih menjadi perjuangan di tengah bara yang padam.
Ayah tiga anak ini tampak telaten membersihkan lampu-lampu kecil yang hangus, agar tersisa kuningannya. Dengan suara tenang ia berkata, anak pertamanya sudah meninggal dunia.
Ia menjelaskan, kuningan dihargai Rp 80 ribu per kilo, namun menjualnya tak semudah itu. Ia harus membersihkannya lebih dulu, kadang habis seharian untuk merapikan.
“Jika tidak dibersihkan terlebih dahulu ini tidak akan ada harganya. Sampai tersisa kuningannya saja baru dianggap berharga. Jadi kita harus kerja kembali walau sudah menemukannya di sisa puing-puing itu,” ujarnya, Selasa (19/9/25), sambil terus menyeka debu dari logam kecil yang ia genggam.
Pak Reki menambahkan, tokonya yang berada di lantai dua pasar juga ikut dilalap api. Kerugian yang ditaksirnya mencapai sekitar Rp30 juta pasca kebakaran itu.
Di antara asap yang telah reda, lelaki itu terus bekerja, menyisir abu demi secercah logam berwarna kuning. Dari tangannya, kita belajar: bahkan di tengah kehilangan, manusia masih mampu merakit harapan dari sisa-sisa yang terbakar.