Malam itu, Sabtu (27/9), Lapangan Kampus II Universitas Andalas, Payakumbuh, bergetar oleh sorak-sorai. Sekitar 15 ribu penonton tumpah ruah di Sarga Festival, hajatan musik yang digelar SARGA.CO, promotor yang biasa bergerak di dunia pacuan kuda itu. Dari panggung raksasa, musisi lokal hingga nasional tampil bergantian: Jojo, Ratu Sikumbang, Fauzana, Jaguank, Banda Neira, Idgitaf, hingga DJ Damonok.
Namun, di balik gemerlap lampu dan dentuman musik, sebuah lirik mencuat, menyalakan perdebatan sengit: “Kok Indak Jodoh, Tuhan Den Paso.” Kalimat itu, disuarakan di panggung, mendadak viral ketika sesi yang dibawakan oleh DJ Damonok. Sebagian penonton tertawa, sebagian lainnya terdiam. Tak lama, amarah sebagian kalangan pun menyeruak.
Sejumlah ulama bersama tokoh masyarakat di Payakumbuh melayangkan protes tajam atas pelaksanaan Sarga Festival, konser musik yang berlangsung pada Sabtu, 27 September 2025. Kritik itu mereka sampaikan melalui sebuah video yang dipublikasikan di YouTube pada Kamis (2/10/2025).
Dalam tayangan di kanal GNPF Ulama Luak 50 tersebut, para pemuka agama menyoroti adanya lirik dalam musik DJ yang dinilai menyimpang. Kalimat “Tuhan Den Paso” terdengar diputar, padahal mestinya berbunyi “Tuhan Kuaso”. Bagi mereka, perubahan itu dianggap bentuk yang melukai rasa keagamaan.
“Insya Allah, kami orang beragama. Jangan bawa paham-paham anti agama ke kota kami,” ujar salah seorang tokoh dalam rekaman itu.
Lirik tersebut sejatinya plesetan dari syair lagu “Patah Bacinto Itu Biaso” yang dipopulerkan Ratu Sikumbang sudah sejak dari 2013. Aslinya berbunyi: “Kalau indak jodoh, Tuhan Kuaso.” Namun, kalimat yang khidmat itu diganti dengan frasa yang dianggap menodai makna: “Tuhan Aku Paksa.”
Kemarahan berbagai pihak tersulut, dan menghadirkan kontroversi. Ustadz Derry Sulaiman, dai sekaligus musisi religi, ikut angkat suara melalui akun Instagram @derrysulaiman.
“Buat sahabat-sahabat yang bukan orang Minang, saya jelaskan makna ‘Tuhan Den Paso’ itu adalah aku memaksa Tuhan, kalau tidak jodoh aku paksa Tuhan,” ucapnya.
Menurut Derry, meminta dengan ‘memaksa’ Allah sesungguhnya diperbolehkan namun sayangnya itu dilakukan atau disuarakan disebuah konser musik
“Memaksa Allah itu boleh-boleh saja, tapi dengan cara yang beradab: di sepertiga malam, lirihkan suara, tundukkan kepala, merayu Allah. Kalau dengan amalan, itu oke,” katanya.
Menurutnya dengan meneriakkan kalimat tersebut di konser sambil tertawa dan seolah mengejek, maka hal ini yang membuat umat Islam meradang.
“Ini kan di konser, berteriak ‘Tuhan Den Paso’ sambil tertawa, sambil mengejek lah pokoknya. Kalimat itulah yang membuat umat Islam meradang dan ulama marah. Ini nggak baik kalau kalimat itu dipakai di lagu DJ di Payakumbuh,” ujarnya.
Pria kelahiran Nagari Saniangbaka, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, pada 1 Agustus 1978 itu juga mengajak publik memperbanyak istighfar atas kejadian itu. Ia juga mengingatkan pentingnya peran ulama dan umara dalam mengawal hajatan budaya semacam ini.
“Ke depan, harus ada ketentuan dan kaidah yang jelas, agar tidak lagi muncul lirik yang dipelesetkan dengan kalimat tidak pantas,” katanya.