Categories Berita Sudut

Maanta Pabukoan: Ketika Tradisi Menolak Lupa di Nagari Tiakar

Mulai tanggal 4-5 Oktober di Nagari Tiakar terasa berbeda. Dentuman talempong dan riuh tepuk tangan masyarakat menandai dimulainya acara adat tahunan bertajuk “Maanta Pabukoan Adat Salingka Nagari Tiakar”. Kegiatan yang dibingkai dalam tema “1 Event 20 Nagori Tiaka 25” ini berlangsung meriah pada 4–5 Oktober 2025, dari pukul 08.30 hingga menjelang siang, di halaman Kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tiakar, Kota Payakumbuh.

Namun bukan hanya keramaian yang membuat perhelatan ini istimewa, melainkan juga spirit yang menghidupinya. Dalam suasana yang khidmat, seluruh hadirin berdiri bersama menyanyikan “Indonesia Raya” disusul “Hymne Bundo Kanduang Tiaka.” Di balik harmoni suara itu, tergambar kuat semangat kebangsaan dan kebudayaan Minangkabau yang berpadu indah, bahwa adat dan nasionalisme bukan dua jalan yang terpisah, melainkan dua urat nadi yang menghidupi nagari.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Payakumbuh, YB. Dt. Parmato Alam, dalam sambutannya menyebut acara ini sebagai momentum penting untuk menjaga tatanan adat salingka nagari.

“Event ini momentum untuk jaga tatanan adat salingka nagari dan generasi muda tidak lupa budaya. Mudah-mudahan dengan tema membangkit batang tarandam, akan mampu menjawab tantangan yang kian kompleks. Hadirnya kepala daerah merupakan bukti kongkrit dukungan terhadap event ini,” ujarnya penuh keyakinan.

Ia menambahkan, tradisi Maanta Pabukoan adalah wujud kearifan lokal yang mengakar dalam filosofi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

“Adat istiadat dilaksanakan dalam salingka nagari, sehingga hubungan kekeluargaan tetap terjalin,” sambungnya.

Sementara itu, A.A. Dt. Pobo Nan Putiah, Ketua KAN Nagari Tiakar, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk revitalisasi budaya yang mulai tergerus arus modernitas.

“Acara ini diadakan dengan tujuan peningkatan dan penggalian kebudayaan adat salingka nagari yang mulai dilupakan. Maka diangkat kembali dengan dukungan Pemerintah Kota Payakumbuh dan LKAAM. Setiap nagari mendapat bagian satu event satu nagari yang didanai oleh pemerintah,” tuturnya.

Baginya, semangat ini tak berhenti pada seremoni karena acara ini melibatkan Bundo Kanduang, Niniak Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai, Generasi Muda, dan seluruh masyarakat.

“Harapannya, adat salingka nagari yang mulai pudar akan bangkit kembali, ditanamkan dan dijalankan oleh generasi muda untuk pelestarian adat di masa depan,” katanya menutup perbincangan, Minggu (5/10).

Di tengah arus globalisasi yang sering menggerus akar budaya, Nagari Tiakar seakan menegaskan satu hal: bahwa modernitas tanpa akar tradisi hanyalah angin lalu. Dari sinilah batang yang lama terendam itu kembali tumbuh, perlahan namun pasti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *