Banda Neira kembali menyapa penontonnya di Sumatra Barat. Duo folk-pop yang dulu lahir dari pertemuan sederhana Ananda Badudu dan Rara Sekar itu menjadi salah satu penampil dalam Sarga Festival di Payakumbuh, Sabtu, 27 September 2025.
Perjalanan musik Banda Neira bermula lebih dari satu dekade silam. Pada 2012, keduanya sekadar merekam empat lagu sederhana dan mengunggahnya ke SoundCloud. Dari situ, gema Banda Neira bergaung pelan, menembus ruang-ruang sunyi anak muda yang haus melodi jernih dan lirik penuh renungan.
Puncak perjalanan mereka datang lewat album Yang Patah Tumbuh, yang Hilang Berganti pada 2016. Album itu menjadi semacam perayaan: patah dan tumbuh, hilang dan berganti, yang diramu jadi puisi musikal. Peluncurannya pun berlangsung intim, hanya di sebuah kafe kecil di Jakarta Selatan, sebuah ruang yang menandai titik balik, sebelum takdir justru membawa mereka ke senyap.
Senyap itu pecah di penghujung tahun. 22 Desember 2016, melalui akun Instagram resmi, Banda Neira mengumumkan bubar. Tak ada kata panjang, hanya penegasan: perjalanan bersama telah usai. Musik mereka lalu tinggal gema, jadi arsip kenangan.
Delapan tahun kemudian, kabar lain datang. Oktober 2024, Banda Neira resmi kembali. Namun formatnya tak lagi sama. Ananda Badudu tetap di panggung, tapi kali ini menggandeng Sasha Iguana sebagai partner baru. Rara Sekar, yang dulu jadi separuh jiwa Banda Neira, tak lagi turut serta.
Pada perhelatan Sarga Festival, Sabtu (27/9/25), Banda Neira mendapatkan urutan tampil kelima, setelah Jaguank, yang sekaligus menjadi penampilan perdananya di Payakumbuh.
Sudutpayakumbuh.com berkesempatan mewawancarai Banda Neira dan bercerita tentang kesan pertamanya saat manggung di Kota Payakumbuh yang dikenal sebagai Kota Randang tersebut.
Ini pertama kali ya, main di Payakumbuh. Selalu kalau main pertama kali itu selalu berkesan sih, karena kita kan nggak tahu bagaimana pendengarnya, reaksinya, tapi tadi pada nyanyi bareng di lagu-lagu terakhir kita sangat terenyuh,” ucap Ananda Badudu.
Cucu dari pakar bahasa Indonesia, J.S. Badudu itu juga menambahkan sangat terkesan dengan antusias penonton yang tetap bertahan saat hujan mengguyur lokasi konser.
“Apalagi tadi hujan kan, terus orang-orangnya pada tetap nonton, bukannya bubar,” imbuhnya.
Ananda Badudu juga mengapresiasi penampilan Jaguank atau Agung Perdana, seorang komposer dan arranger dengan latar belakang musik etnik.
“Tadi sempat nonton Jaguank, bagus banget sih, kayak gabungin macam-macam elemen ya, dia mainin musik barat tapi pakai instrumen Talempong, dan dia mainnya jago banget,” katanya.
Sementara itu, dari sisi Sasha Iguana ketika ditanya perihal kesan manggung di Payakumbuh, ia mengatakan selalu seru dimanapun manggung.
“Tadi tuh yang paling berkesan banget, hujan tadi kondisinya tapi semuanya tetap semangat dan nyanyi bareng itu bikin kita semangat juga sih,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sasha juga memberikan pesan bagi musisi-musisi muda Sumatra Barat, untuk jangan takut saat akan mengeluarkan sebuah karya seni dalam hal ini musik atau lagu.
”Yang pasti jangan takut untuk maju, kalau misalnya mau mengeluarkan sebuah karya maju aja dulu jangan takut di-judge orang-orang karena sebenarnya orang di luar sana pada nungguin karya kalian,” kata Sasha, yang juga merupakan penyanyi cilik era 1990-an dengan lagu populer berjudul Iguana.
