Masjid Raya Kubang berdiri di jantung wilayah Nagari Kubang, Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1845 atau 1264 H, dengan bentuk sederhana: bertiang kayu dan beratapkan ijuk.
Menara Masjid Raya Kubang memiliki kemiripan dengan menara Masjid Tuo Al-Ihsan Ampang Gadang VII Koto Talago, Kecamatan Guguak, yang didirikan pada 1837. Pada tahun 1901, menara bata berlepa dengan spesi kapur didirikan, menggantikan bentuk sebelumnya. Pada 1950-an, masjid diperluas dengan tambahan serambi. Serambi ini awalnya berfungsi sebagai kantor. Namun berbeda dengan Masjid Raya Kubang yang masih terawat, Masjid Tuo Ampang Gadang telah lama terbengkalai, tak lagi terdengar gema ibadah di dalamnya.
Saiful Guci, penggiat sejarah Luhak Limo Puluah, menulis bahwa pada tahun 1897 M dilakukan perbaikan: dinding dan lantai dibangun dari batu, menara ditinggikan, atap diganti seng, sementara tiang bagian dalam tetap dari kayu. Tiang kayu itu disebut “Tonggak Mancu”. Pemugaran kedua dipelopori oleh Lako Datuk Perpatiah Baringek nan Bajambek, pucuk keempat Suku Nagari Kubang.
Bentuk masjid yang berdiri kini merupakan hasil pemugaran tahun 1938 M, dengan luas bangunan 24 x 29 meter. Taman Quran berukuran 14 x 5 meter, kolam ikan 40 x 16 meter, dan pekarangan 58 x 56 meter. Pemugaran dipimpin Engku Lunak dari Pandai Sikek, Padang Panjang. Pola bangunan terinspirasi dari Masjid di Koto Baru, Kecamatan X Koto, Tanah Datar, di tepi jalan Bukittinggi–Padang Panjang.
Shalat Jumat pertama kali digelar pada 15 Januari 1941, menjadi penanda resminya pemugaran Masjid Raya Kubang. Di sisi utara masjid berdiri jam matahari setinggi 120 cm untuk menandai waktu Zuhur dan Asar, dengan dinding yang mencatat sejarah pemugaran sebagaimana tertulis dalam arsip masjid.
Di depannya menjulang menara azan, kini kurang terawat, di atasnya tergantung delapan lonceng Toa. Konon tonggak menara itu berasal dari sebatang kayu sepanjang 16 meter berdiameter 30 cm. Ada yang menyebut kayu Kubang, ada pula yang meyakini kayu Surian. Pada pintu masuk menara, sisi kanan tertera tulisan Arab-Melayu: “Dibangun bulan Rajab 1326 H.” Di sisi kiri tertulis: “Diperbaiki bulan Zulhijah 1407 H.”
Menara berbentuk segi delapan itu melambangkan delapan arah mata angin, simbol bahwa Islam adalah rahmat bagi semesta. Islam hadir untuk semua makhluk. Bintang segi delapan yang menghiasi menara adalah Rub al-Hizb, simbol dari Alquran. Dalam Alquran terdapat 30 juz, tiap juz terbagi dua hizb, setiap hizb memiliki empat lagi, sehingga berjumlah delapan. Lambang ini mengisyaratkan dakwah Islam yang menyebar ke delapan penjuru.
Di pucuk menara menjulang bulan dan bintang, lambang Islam yang kini umum dikenal. Dahulu simbol Islam hanya kalimat syahadat, namun kini hilal, bulan sabit, dan bintang delapan ikut menjadi tanda pengenal.
Nagari Kubang sejak dulu hingga kini dikenal sebagai bagian dari wilayah Ranah Luhak Limo Puluah, yang disebut Tigo Buhua di Mudiak. Di sana berdiri nama besar: Dt. Perpatiah Nan Baringek dengan kebesaran Kitabullah di Kubang Ruek, Dt. Bandaro Nan Hitam dengan kebesaran Gajah Dompak di Talago Gantiang, serta Dt. Rajo Mangkuto dengan kebesaran Cumati di Balai Talang Guguak VIII Koto.