Beberapa waktu lalu, Sudutpayakumbuh.com mendatangi sebuah surau guna melihat peninggalan-peninggalan dari Syekh H. Abdul Majid yang mana beliau merupakan salah seorang ulama terkemuka di Payakumbuh pada masanya. Meski namanya kini tidak terlalu masyhur, namun beliau pernah menjadi sosok yang cukup berpengaruh di kampung halamannya serta dalam lingkup keorganisasian Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
Beliau pernah menjabat sebagai Wali Hakim sekaligus menjadi guru agama bagi banyak orang di beberapa sekolah di Kabupaten Limapuluh Kota pada zamannya. Tidak hanya itu, beliau juga dikenal sebagai seorang mursyid dalam Tarekat Naqsyabandiyah, dengan keilmuan yang diakui luas oleh masyarakat.
SudutPayakumbuh.com juga berkesempatan mewawancarai Apria Putra, seorang filolog sekaligus sejarawan ulama-ulama Minangkabau dan menjelaskan tentang Syekh H. Abdul Majid.
“Syekh Abdul Majid Al-Khalidi Koto nan Godang (w. 1967) ialah sosok pemimpin PERTI pertama pada tahun 1930-an, mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, serta pendiri sekaligus guru besar MTI Koto nan Godang Payakumbuh,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa diketahui bahwa Syekh Abdul Majid dulunya bernama Baheramsyah Latif. Makam beliau kini terletak di Kelurahan Kapalo Koto di Balai, Payakumbuh Utara, berdekatan dengan surau peninggalannya yang masih berdiri tidak jauh dari pusara. Ulama yang bergelar Angku Mudo Khalis ini merupakan anak pertama dari pasangan Abdul Latif dan Maimunah, yang dianugerahi enam orang anak, terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan.
“Yang berpakaian anak siak, yang mempunyai sanad keilmuan dengan ulama-ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah, mesti berziarah ke makam beliau,” kata dosen UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi tersebut.
Syekh Abdul Majid, yang suraunya kini berdiri tepat di belakang RSI Ibnu Sina Payakumbuh, dikenal rajin berguru ke berbagai tempat. Salah satu guru beliau yang cukup termasyhur di kalangan ulama Minangkabau masa silam ialah Syekh Muhammad Sa’ad, lebih dikenal sebagai Syekh Mungka atau “Beliau Surau Baru.” Ia merupakan salah seorang ulama besar yang sangat dihormati di Minangkabau pada masanya. Kealimannya di ranah Minang begitu diakui hingga ia digelari Syaikhul Masyaikh guru dari para guru karena banyak ulama datang menimba ilmu kepadanya.
Lebih dari itu, Syekh Muhammad Sa’ad merupakan pemuka Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah yang terkemuka di ranah Minangkabau. Kemasyhurannya kian menanjak lantaran risalah bantahannya terhadap pandangan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Risalah tersebut memberi pengaruh besar di kalangan ulama Minangkabau kala itu, menjadikan nama beliau tetap dikenang sebagai ulama yang tak hanya mendalam dalam ilmu, namun juga berani dalam dialektika keilmuan.