SUDUTPAYAKUMBUH – Kota Payakumbuh terkenal dengan berbagai macam jenis olahan makanan dari ubi, entah bentuknya makanan berat atau cemilan sebagai pelengkap sarapan pagi, bisa juga salah satu jajanan khas Kota Randang ini menjadi andalan untuk pelengkap makanan berkuah.
Salah satunya adalah Kerupuk Balado Mandeh yang berasal dari Kelurahan Kapalo Koto Ampangan, Payakumbuh Selatan dan sudah berdiri selama 17 tahun.
Kali ini sudutpayakumbuh.com datang ke kediaman Bu Delimis, pendiri Usaha Kerupuk Balado Mandeh. Tampak di lokasi, ia ikut turun bekerja bersama anaknya, Nando di dapur produksi kerupuk baladonya dan bercerita bagaimana awal berdiri usahanya tersebut.
“Dulu salah seorang menantu Ibu pergi ke Duri memulai membuat usaha kerupuk balado. Kemudian tanpa pikir panjang memutuskan melanjutkan usaha keluarga ini di Ampangan,” kata Nando.
Ia menceritakan bahwa setelah membuka usaha tersebut di kampung. Ia mulai untuk menjajakan kerupuk di Pasar Tradisional Ibuh Payakumbuh.
“Waktu itu kerupuk balado ini dijual ke pedagang sate keliling aja dulu, sekitar 250 sebungkus,” katanya pada Rabu 7 Oktober 2020.
Menurutnya, dalam sehari usaha ini memproduksi 200-400 kg ubi dan kalau kulit ubinya sudah langsung terbuka biasanya mencapai 250 kg.
“Sekarang ada delapan orang pekerja di rumah produksi ini yang memulai memasak pada jam 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Di sini kami menghasilkan tiga jenis olahan ubi yang dijual dipasaran di antaranya kerupuk balado, kerupuk lidi, dan sanjai serta yang menjadi kesukaan konsumen adalah kerupuk balado yang diberi bumbu khas Payakumbuh,” katanyan.
Untuk kisaran harga, Nando menjelaskan untuk wilayah Payakumbuh berkisar Rp30.000 per kg dan untuk luar Payakumbuh paling rendah Rp50.000 per kg. Sedangkan untuk harga satu packnya adalah Rp12.500.
“Pangsa pasar saat ini selain dipasarkan di kota sendiri ada juga yang dikirim ke luar kota seperti daerah Jawa yaitu Bekasi dan Tangerang, Jambi, Padang, Pekanbaru, Medan dan Lampung. Namun saat ini produksi sempat terhenti karena masuknya pandemi ke wilayah Sumatera Barat khususnya Payakumbuh,” ujar Nando saat sedang mengiris ubi di teras rumahnya.
Menurutnya, biasanya produk yang sudah jadi akan langsung didistribusikan, tapi karena kondisi tidak memungkinkan prosesnya menjadi kurang lancar dan untuk konsumen dari Jambi sendiri sudah tidak membeli.
“Pengaruh selama pandemi ya hilang setengah keuntungan karena takut keluar rumah. Sekarang Alhamdulillah baru mulai lagi membuatnya karena orang-orang sudah mulai keluar rumah,” katanya. (Laila/Mg)