Categories Artikel

Syarifah Nawawi dan Cinta yang Tak Pernah Berbalas Kepada Tan Malaka

Oleh: Habibur Rahman (Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)

Sutan Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan nama Tan Malaka, merupakan sosok yang telah menempuh pelbagai royan: dari masa akhir Perang Dunia I, revolusi Bolsyewik, hingga Perang Dunia II. Di kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, konseptor Republik Indonesia kesepian ini lahir di Pandam Gadang, Suliki, Kab.Lima Puluh Kota, Sumatra Barat, 2 Juni 1897, beliau merupakan tokoh pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia, dalam tulisannya yang berjudul Naar de Republik Indonesia.

Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada (1925), jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).

Namun siapa menyangka sang konseptor Republik Indonesia ini pernah menaruh hati kepada teman satu sekolahnya di Kweekschol Bukittinggi. Tetapi yang terjadi pada saat itu dengan berat hati Tan Malaka yang belum genap berusia 17 tahun di hadapkan dengan pilihan berat, sehingga pada akhirnya ia menerima pengukuhan dirinya sebagai “Datuk Tan Malaka” pemimpin adat tertinggi, pilihan itu menikah dengan pilihan orang tuanya atau menerima gelar adat tersebut.

Rapat tetua adat beserta Niniak Mamak di Nagari Pandam Gadang sebelumnya berlangsung sengit karena mulanya ia menolak menerima gelar atas pengukuhan dirinya tersebut, tapi akhirnya setelah melalui banyak proses akhirnya ia mau menerima amanah tersebut. Posisi Tan Malaka sangatlah berpengaruh dan penting bagi kaumnya sendiri. Di wilayah tatanan adat ia membawahi 142 niniak mamak atau kaum, di Kelarasan Bungo Setangkai (tiga nagari: Pandam Gadang, Suliki, dan Kurai), jadi dapat diartikan bahwa Tan Malaka di kampungnya bukanlah orang sembarangan.

Namun, setelah ditilik ternyata yang akhirnya membuat ia menerima gelar tersebut karena tak lain dan tak bukan ialah ibundanya yang sebelumnya telah mengultimatum untuk Tan dapat “menerima gelar adat atau menikah dengan pilihan ibunya” hal inilah yang mendasari sang macan (sebutan familiar Tan Malaka oleh temannya di Belanda) akhirnya menerima gelar adat tertinggi tersebut ketimbang menikah dengan wanita pilihan ibunya, karena jelas bahwa Tan tidak mau dijodohkan, ternyata Syarifah Nawawi telah lebih dahulu berada dihatinya, yang membuat ia enggan untuk dijodohkan dengan siapapun, peristiwa ini terjadi pada tahun 1913 yang mana saat itu Tan baru saja menyelesaikan studinya di sekolah calon guru, Kweekschool Bukittinggi, yang kini menjadi SMA Negeri 2 Bukittinggi.

Cinta Tan kepada Syarifah Nawawi bersemi kala Tan menempuh pendidikan di Kweekschool di Bukittinggi. Tan dan Syarifah merupakan angkatan tahun 1907 di jumlah murid kala itu berjumlah 75 orang. Ketika Tan melanjutkan pendidikannya di Belanda, ia selalu memikirkan Syarifah meski benua memisahkan mereka, tapi bagi Tan, Syarifah adalah sesuatu yang tak mudah dilupakan begitu saja, buktinya Tan selalu saja mengirimkan surat kepada Syarifah meski tak pernah dibalas sekalipun olehnya.

Cinta Tan kepada Syarifah selalu saja menemui titik buntu, namun jikalau ditilik apabila hubungan antara Tan dan Syarifah terjalin, mereka akan menjadi pasangan yang sangat ideal. Tan sendiri, sedari muda ialah murid yang jenius, nilai yang diperolehnya di sekolah tak dapat diragukan lagi, 10 semua, dan dia akan sangat marah apabila adiknya mendapatkan nilai yang tak cukup memuaskan di sekolah, itulah Tan Malaka, sedangkan Syarifah merupakan wanita yang cerdas dan ia tercatat sebagai perempuan Minang pertama yang mengecap sistem pendidikan ala Eropa.

Syarifah lahir pada tahun 1896 setahun lebih tua dari Tan Malaka, ayahnya bernama Nawawi Sutan Ma’moer merupakan guru Bahasa Melayu yang cukup disegani di Kweekscol Bukittinggi dengan ciri khas kumisnya yang membuat ia semakin berkharisma kala sedangkan Ibunya memiliki nama Chatimah. Di samping itu, bagi Nawawi Sutan Ma’moer pendidikan anak sangatlah penting Kenapa demikian?

Tamat dari Kweekschool, Syarifah dan saudara perempuannya Syamsiar, melanjutkan studi mereka ke Salemba School di Batavia. Di kota itu Syarifah berkenalan dengan Bupati Cianjur, R.A.A.M. Wiranatakoesoema, yang kemudian menikahinya pada bulan Mei 1916. (Wiranatakoesoema menceraikan istri pertamanya karena ingin menikahi Syarifah).

Tapi perkawinan itu akhirnya bubar: tanggal 17 April 1924, ketika sedang liburan bersama anak-anaknya di Bukittinggi, Syarifah menerima telegram dari suaminya yang sedang berada di kapal antara Colombo dan Aden dalam perjalanan beliau naik haji ke Makkah. Isinya: melarang Syarifah kembali ke Bandung untuk memangku jabatan Raden Ayu karena ia dinilai kurang luwes dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan tradisi tata hidup Sunda, demikian tulis Mien Soedarpo anak dari keduanya tentang perceraian ibunya dan ayahnya.

Keputusan R.A.A.M. Wiranatakoesoema menceraikan Syarifah menuai banyak kecaman, yang muncul di koran-koran Belanda maupun pribumi, termasuk oleh H. Agus Salim. Syarifah kemudian menjadi single parent untuk 3 anaknya: Am, Nelly, dan Minarsih (Mien) yang kemudian menikah dengan Soedarpo Sastrosatomo, seorang tokoh pejuang kemerdekaan.

Berpisah dengan Syarifah Nawawi, pujaan hatinya. Lama tak berhubungan karena jarak, berita pernikahan yang disudahi dengan perceraian itupun sampai ke telinga Tan Malaka. Joesoef Isak, mantan pemimpin redaksi Koran Merdeka suatu ketika pernah mengungkapkan, bahwa ketika Tan Malaka mendengar Syarifah kawin dengan
R.A.A.M. Wiranatakoesoema, lantas diceraikan begitu saja, Tan pun mendidih dan jadi dendam pada kaum feodal. Ini cerita yang beredar di kalangan masyarakat Bukittinggi,” ujar Joesoef Isak. Di samping itu, sejak gagal menikahi Syarifah, Tan memang hidup sendiri. Ada beberapa perempuan yang pernah singgah di hatinya namun tak pernah berakhir di pelaminan.

Harry Albert Poeze seorang yang meneliti Tan Malaka lebih dari 40 tahun, suatu masa pernah bertemu dengan Syarifah Nawawi, ketika pertemuan itu Harry, menanyakan perihal Tan kepada Syarifah, Syarifah menjawab bahwa Tan adalah orang yang “aneh”, namun Syarifah tidak menjelaskan letak keanehan Tan dimana. Bahkan ada informasi yang menyebutkan, ketika Syarifah telah memiliki anak dan resmi bercerai dengan R.A.A.M. Wiranatakoesoema Tan masih berusaha untuk menjalin hubungan serius dengan Syarifah, tapi Syarifah tetap dalam pendiriannya dan menolak, Tan. Ya, begitulah Tan, meskipun gagal dalam urusan percintaan tapi ia tak pernah gagal dalam cintanya kepada bangsa ini, terbukti bahwa ialah konseptor awal Republik ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *