Kepanitiaan Seminar Warisan Budaya Takbenda Kota Payakumbuh adakan Seminar Warisan Budaya Takbenda “Rabab Darek” di Rumah Gadang Salo, Kelurahan Limbukan, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kamis 23 November 2023.
Hal ini dalam rangka pelaksanaan Bantuan dan Fasilitasi Kegiatan terpilih dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Provinsi Sumatera Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui program Bantuan Pemerintah Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2023.
Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan dan memperkenalkan Warisan Budaya Takbenda yang ada di Kota Payakumbuh khususnya karya budaya yang terancam punah yaituRabab Darek kepada generasi muda di Kota Payakumbuh.
Ketua Pelaksana, Donika Putra mengatakan tema yang diusungkan dalam kegiatan ini adalah memajukan dan melestarikan seni budaya guna mewujudkan generasi muda yang berkepribadian dalam kebudayaan. Sasaran seminar ini ialah 25 orang guru kesenian SMP/SMA, rang mudo, media online dan sanggar seni di Payakumbuh.
“Nanti peserta diberikan kesempatan langsung untuk praktek bermain Rabab, semoga nanti ini menjadikan Rabab Darek bisa dimasukkan ke dalam ekstrakurikuler yang ada di sekolah,” katanya.
Kadisparpora Kota Payakumbuh yang diwakili Sekretaris Disparpora, Delni Putra sekaligus membuka acara mengatakan di Disparpora Payakumbuh terkait Warisan Budaya Takbenda berada di satu bidang dan Dinas juga sudah mencoba mendata dan mengiventaris bangunan Cagar Budaya atau Warisan Budaya.
“Sudah ada 8 WBTb Payakumbuh yang sudah diakui pemerintah menjadi WBTb Indonesia. 2017 Randang, 2019 Pacu Itiak. Tahun 2022 ada 4 WbTb yang sudah diakui, Tangkuluak Kompong, Tangkuluak Talakuang, Talempong Sikatuntuang, Tenun Koto Nan Godang Balai Cacang. Tahun 2023 mengajukan salah satunya rabab darek ini dipending dulu karena ada informasi yang masih perlu dicari, tapi yang ditetapkan ada Tari Podang, Batagak Pangulu dan 2024 insya Allah ajukan Rabab Darek,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan setiap tahunnya mencoba mengajukan pendataan guna melestarikan namun terkendala terkait penganggaran. Tak hanya itu, data dan bagaimana transkip naskah akademis di masing-masing yang diajukan WBTb diperlukan untuk melakukan kajian.
“Semoga ini bisa kita gol kan rabab darek jadi WBTb Indonesia. Bagaimana nanti apa yang disampaikan materi dalam barabab itu bisa tidak putus, ada regenerasi yang kita harapkan serta semoga rabab darek tetap eksis di Payakumbuh dan Lima Puluh Kota,” katanya.
Dalam seminar ini dipaparkan materi oleh Delni Putra berupa pengenalan WbTb di Kota Payakumbuh dan upaya pelestarian yang dilakukan pemerintah Kota Payakumbuh. Kemudian dilanjutkan dengan sejarah Rabab Darek WbTb di Kota Payakumbuh oleh seniman Rabab Darek, Agusni Bujang.
“Rabab darek asalnya dari tempurung, diberikan tali dan main rabab itu pake perasaan bukan dengan tangga nada,” kata Agusni Bujang.
Setelah kedua materi diperkenalkan kepada peserta seminar, maka dilanjutkan dengan praktik memainkan Rabab Darek yang didampingi oleh Agusni Bujang.