Kasus positif HIV/AIDS mulai menghantui Payakumbuh dan jumlahnya mencapai ratusan kasus sejak tahun 2004.
Kasus positif HIV/AIDS ini sendiri untuk 2022, ditemukan sebanyak 19 kasus positif Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) atau HIV/AIDS.
Data kasus positif HIV/AIDS ini disampaikan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan P3 Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Payakumbuh Fatmanelly setelah pendataan melalui kunjungan ke rumah sakit, puskesmas, klinik visite dan melakukan penjaringan yang bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Payakumbuh.
“Dari akumulasi 2004-Oktober 2022 itu untuk kasus HIV di Payakumbuh ada 55 orang, sedangkan yang sudah AIDS 87 orang dengan total 142 orang. Nah dari 142 orang ini kita temukan 35 orang sudah meninggal, jadi yang masih hidup ada 107 orang, kemudian ada pasien anak 2 orang dan khusus 2022 ini kita mendapatkan kasus positif sebanyak 19 orang,” kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan P3, Fatmanelly saat ditemui sudutpayakumbuh.com di ruangan Lantai II, Gedung Dinas Kesehatan Payakumbuh pada Jumat, 2 Desember 2022.
Fatmanelly menjelaskan kasus positif HIV/AIDS atau orang yang tertular di Payakumbuh cenderung ditemukan pada orang yang memiliki gejala Infeksi oportunistik.
Dilansir dari health.kompas.com infeksi oportunistik adalah komplikasi akibat HIV yang sudah berkembang menjadi AIDS dan infeksi ini terjadi akibat jamur, virus, parasite, atau bakteri yang terjadi pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh.
“Misalnya dia sudah ada diare atau gejala kelainan kulit, atau sudah ada sesak napas juga karena TB gitu dan ternyata saat diperiksa dari melihat kondisi fisik dan penyakitnya ditemukan positif. Nah itu cenderung sudah stadium berat sih yang sudah ada gejala infeksi pengikut dari HIV itu sendiri. Jadi sudah dalam kondisi AIDS yang cendrung datang,” katanya.
Menurutnya dalam proses menemukan kasus positif HIV/AIDS untuk di Payakumbuh sendiri masih kurang dengan keterbukaan akan kesadaran HIV/AIDS.
“Opininya masih kental dan masih ada rasa tabu, sungkan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan (Faskes), Jadinya yang sudah terdeteksi positif juga tidak terbuka, harusnyakan dia terbuka dengan mengatakan pernah melakukan sesuatu dengan si a si b sehingga masih susah kita untuk mengungkapnya,” ujar Fatma
Selain itu, Dinkes bersama KPA sudah melakukan upaya untuk melakukan penjaringan dengan mengambil dari kelompok-kelompok yang terjangkit seperti kelompok yang cenderung gay yang memang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
“Kita ambil dan rangkul mereka supaya lebih bisa menjangkau kawan-kawannya yang belum berkunjung ke kita. Kita sudah ada juga mengadakan pertemuan di Harau dengan mendatangkan kelompok yang beresiko ini dan menjadikan mereka perpanjangan tangan kita tapi ya itu kayaknya opini itu masih kental di sini sehingga belum ada keterbukaan,” katanya.
Dengan melihat kondisi seperti itu Dinkes Payakumbuh sudah menyiapkan penanggulangan dengan menyediakan tiga fasilitas kesehatan untuk perawatan dan pengobatan (PDP) kasus HIV/AIDS.
“Untuk pemberian terapi di puskesmas sudah berjalan tapi puskesmas masih terbatas kemampuannya karena tidak ada spesialis dan nanti tindak lanjutnya ke Rumah Sakit Adnan WD yang sudah PDP tapi karena kesiapan fisik dan gedung itu belom siap sehingga masih kita rujuk pasien itu ke Bukittinggi untuk mendapatkan Antiretroviral (ARV),” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya mengaku sudah berupaya agar masyarakat tidak jauh lagi berobat ke Bukittinggi, seperti di Lampasi sudah tersedia pengobatan dan obatnya langsung dari puskesmas.
“Dengan diperingatinya 1 Desember 2022 sebagai Hari AIDS Sedunia, kami berharap ke depanya makin ada keterbukaan masyarakat terutama kepada kelompok-kelompok yang berisiko dan lebih terbuka untuk mengunjungi fasilitas kesehatan serta lebih menyadari bahwa faskes itu memang tempat untuk tetap bisa produktif,” katanya.
Kemudian dijelaskannya dengan melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara berkala maka ODHA ini tetap bisa menjadi manusia biasa yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan keluarga.
“Jadi gak perlu takut dan malu, dan tidak tabu lagi karena ibaratnya ini penyakit ini sama dengan kita menderita hipertensi, diabetes melitus yang memang selalu tergatung dengan pengobatan teratur secara berkala. Lakukan pemeriksaan insyaAllah dia tetap bisa eksis seperti kita biasa yang sehat, yang sekolah tetap sekolah, yang kerja tetap kerja. Intinya tetap deketin diri ke faskes dan lebih terbuka dengan tenaga kesehatan,” ujarnya.