SudutPayakumbuh.com – Matahari masih tertidur dengan nyenyak, jalanan juga masih basah karena hujan yang mengguyur Kota Payakumbuh semalaman. Namun di seberang jalan sudah terlihat tumpukan sampah yang telah menggunung diantara beberapa orang pekerja Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh yang tengah bekerja sejak subuh.
Salah satu diantaranya yaitu Suwardi, pria 35 tahun yang mulai aktif bekerja di DTRK Payakumbuh sejak tahun 2000. Mengenakan seragam lengkap pasukan kuning Kota Biru dan sepatu boot, ayah satu anak ini terlihat dengan tekun mengangkat sampah demi sampah ke atas truck yang sudah menunggu di dekat tumpukan sampah warga Kota Payakumbuh.
Bau yang menyengat dan kondisi kawasan yang sangat kumuh membuat sebagian pejalan kaki yang melewatinya menutup hidung karena tidak tahan dengan bau sampah. Tapi bagi Suwardi yang telah bekerja belasan tahun di antara sampah tersebut tidak menjadi kendala atau menyulitkannya dalam bekerja.
Saat ditemui SudutPayakumbuh.com, Jumat (6/11) Suwardi yang akrab disapa Edi mengatakan sebenarnya dirinya mulai bekerja sebagai pekerja di DTRK Payakumbuh sejak tahun 1996 sebagai tukang muat sampah. Namun karena ingin memberikan kesempatan kerja kepada salah seorang saudaranya, ia pun rela digantikan dan berhenti dalam pekerjaannya tersebut.
“Tapi tahun 2000, saat ada lowongan kembali saya pun mendaftar dan bekerja lagi di DTRK hingga saat ini. Tanpa terasa sudah belasan tahun mengabdikan diri kepada kota ini sebagai pekerja di DTRK Kota Payakumbuh,” ujar suami dari Mimi ini.
Saat memutuskan berhenti memutuskan bekerja, berbagai upaya dilakukannya demi mendapatkan rejeki dan membantu keluarganya. Menggiling padi, memasak nasi dan menghidang di pesta perkawinan, pergi ke ladang, dan mengerjakan apa yang bisa dikerjakan hingga bongkar batu dan semen pernah dilakoni oleh anak dari pasangan Yasirman dan (alm) Upiak.
Kemudian dengan memutuskan kembali bekerja sebagai tukang muat sampah, ia merasa dirinya beruntung bisa bekerja demi orang banyak. Meskipun hanya dengan membersihkan dan memungut sampah di jalanan kota, ia tidak sedikit pun merasa minder dan malu akan pekerjaan yang dijalaninya.
“Untuk apa kita malu, memiliki pekerjaan saja saya sudah bersyukur. Apalagi saat ini telah berkeluarga dan Alhamdulillah juga baru dikaruniai seorang putra. Pokoknya apa pun itu pekerjaannya saya jalani dan saya tidak pernah menolak untuk bekerja,” kata ayah dari Rasyid yang saat ini baru berumur satu tahun ini.
Matahari mulai terasa terik, bulir keringat mulai terlihat disela pori-pori wajah dari Edi yang ternyata memiliki sebuah kekurangan. Terlihat pada mata sebelah kirinya, tidak berfungsi dengan baik dan ia hanya mampu melihat dengan jelas menggunakan mata sebelah kanannya.
Kepada SudutPayakumbuh.com ia mengungkapkan keadaan matanya tersebut sudah dialaminya sejak dirinya berumur satu tahun. Saat itu dirinya diserang sebuah penyakit yang mengakibatkan gangguan pada mata sebelah kirinya dan kondisi tersebut harus dirasakannya hingga saat ini dimana umurnya telah mencapai 37 tahun.
“Ini berawal saat masih berumur satu tahun. Saya kena penyakit campak dan demam yang cukup tinggi sehingga mata ini mengalami gangguan. Meskipun hanya dengan satu mata yang berfungsi dengan jelas, ini tidak mengganggu saya dalam beraktifitas dan bekerja,” ujar anak ketiga dari lima bersaudara ini.
Banyak suka duka yang dialaminya selama bekerja sebagai tukang muat sampah. Tapi dengan semangat yang tinggi demi keluarga dan istri serta anaknya, ia pun dengan tegar menjalani pekerjaannya hingga Kota Payakumbuh berhasil memboyong Piala Adipura sebagai Kota Bersih.
“Secara umum tidak ada kendala yang berarti tapi palingan terkadang pernah terlambat dan dimarahi hingga dipindahkan ke tempat lain untuk memuat sampah,” kata Edi saat melanjutkan pekerjaannya di tempat penampungan sampah sementara yang terletak di Kelurahan Paritrantang, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh.
Gaji Pas-pasan dengan Status Kontrak
Terkait statusnya sebagai tukang muat sampah di DTRK, ia mengatakan masih berstatus kontrak yang diperbarui setiap tahun. Saat ini dengan status pekerja kontrak, perbulannya ia menerima upah sebesar Rp 780.000 yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya bersama keluarganya.
“Sebenarnya kalau dibilang cukup, itu belum cukup. Sebab untuk bisa memenuhi kebutuhan perharinya minimal saya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000 perharinya,” kata Edi.
Meskipun demikian, ia tetap bersyukur dapat menghidupi keluarganya walau harus berjuang agar dapat memenuhi kebutuhannya. Sebagai pekerja ia berharap nantinya seiring berjalannya waktu akan ada kenaikan gaji sehingga dirinya bisa mencukupi dan memenuhi kebutuhannya.
“Saya berharap begitu. Semoga saja dan saya selalu berharap agar dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga nantinya,” kata saudara dari Atis, Adismar, Firdaus, dan Firmanto ini sambil menyelesaikan pekerjaannya.
Sementara itu, menurut rekan kerjanya, Benny Satria, menilai Edi adalah seorang yang ulet dan tekun. Sebagai supir truk sampah yang sudah beberapa tahun bersama Edi dalam setiap membongkar muat sampah, Benny mengatakan setiap pekerjaan yang diberikan kepadanya selalu diselesaikannya dengan baik.
“Edi itu panamuah. Apa saja pekerjaan yang diberikan kepadanya dikerjakannya dengan baik. Tidak ada pantangan baginya apalagi dalam memuat sampah yang sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Hubungan berteman dengan rekan yang lain pun juga bagus dan mudah becanda,” kata Benny. (*)