Oleh: Habibur Rahman (Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)
Di antara banyaknya pemuka ataupun Tokoh Tarekat Naqsyabandiyah dan juga Sammaniyah di Kabupaten Lima Puluh Kota / Kota Payakumbuh, eksistensi para pemuka Tarekat Syattariyah juga berkembang dahulunya di Kabupaten Lima Puluh Kota dan juga Kota Payakumbuh, hal ini penulis dasarkan pada, banyaknya penulis temukan pusara ataupun dokumen-dokumen dan juga sumber lisan yang tentu keabsahan nya sangat-sangat bisa dapat di cek kebenarannya, dan penemuan itu berkaitan dengan tuan- tuan Syekh tersebut, di antara nya banyak yang justru bermuara pada keilmuan Tarekat Syattariyah, dan eksistensi daripada tuan-tuan Syekh tersebut, yang diperkirakan pada kisaran 1700 – hingga 1900 an awal.
Seperti yang terlihat di foto yang penulis sertakan di tulisan kali ini, gubah makam tersebut merupakan salah satu makam daripada seorang alim yang terletak di daerah Koto Panjang, Kec.Lamposi Tigo Nagori, Kota Payakumbuh, beliau masyhur dengan sebutan Tuan Syekh Angku Labay Syukur, cerita dari beliau selalu menjadi buah bibir di masyarakat Koto Panjang dari generasi ke generasi, mengenai sejarah lengkap dari Tuan Syekh Labay sangatlah sulit untuk digali, hal ini juga disebabkan surau yang menjadi tempat Angku Labay mendidik para salik dahulunya kini telah berubah menjadi Mushalla yang sifat pemakaian nya tentu umum, dengan hilang nya originalitas dari sumber utama (surau tersebut) itu menjadi sebuah problem awal dari pengungkapan kisah dari Tuan Syekh Angku Labay.
Namun, masyarakat Koto Panjang pada umumnya sangat masyhur dengan kisah dari Tuan Syekh Angku Labay yang dahulunya beliau pernah meninggalkan negeri Koto Panjang untuk pergi ke Tanah Suci Makkah, yang mana tak lama setelah ditinggalkannya negeri Koto Panjang seluruh padi yang ada saat itu, berubah ampo (tidak berisi) hal ini sudah menjadi cerita yang turun temurun hadir di telinga ataupun ingatan masyarakat Koto Panjang hingga saat sekarang ini, di samping itu penulis juga mendapatkan sebuah informasi dari Tokoh Masyarakat yang tidak jauh dari gubah makam tersebut yang mana narasumber tersebut menceritakan bahwasanya Syekh Angku Labay tersebut memiliki silsilah Tarekat Syattariyah kepada Tuan Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman, namun keabsahan ini perlu teruji dengan dokumen naskah yang tentunya harus terarsipkan dengan baik, namun itu belum dapat penulis temui hingga hari ini.
Di samping itu, di tulisan kali ini penulis juga menukil salah satu pernyataan dari Tuan Syekh Bustami An-Naqsyabandi Koto Panjang yang wafat pada 1979 yang penulis peroleh dari salah seorang guru sepuh dari MTI Koto Panjang, yang mana Syekh Bustami An-Naqsyabandi dulu pernah menuturkan bahwasanya Tuan Syekh Angku Labay Syukur tersebut merupakan seorang alim yang sangat teguh dalam beramal (sangat-sangat menjaga amalan sunnah) di samping perkara wajib juga tentunya, dan berkat do’anya di Tanah Makkah padi di daerah Koto Panjang kembali berisi dan di dalam do’anya tersebut agar supaya padi menjadi komoditas penghidupan utama masyarakat Koto Panjang pada dahulu tersebut.
Dilihat dari bentukan makam dari Tuan Syekh Labay Syukur ada beberapa kemiripan dari makam ulama yang lainnya yang pernah penulis ziarahi, di antaranya makam Tuan Syekh Angku Lakuang Karamaik Simpang Sugiran yang disinyalir juga pengampu ataupun Tokoh Tarekat Syattariyah pada masanya yang menurut sumber lisan yang penulis banyak dapatkan beliau ikut andil dalam Perang di Kamang, Kab.Agam dahulunya, dan yang berikutnya makam dari Tuan Syekh yang berada di Koto Baru Simalanggang yang posisinya tidak jauh dari Polsek Payakumbuh yang sampai kini namanya masih simpang siur, sebenarnya masih banyak lagi, hanya saja belum terliput satu persatu, begitulah kondisi makam beliau saat sekarang ini, dan tak hanya makam Tuan Syekh Angku Labay yang seperti ini namun masih banyak lagi yang kondisinya seperti ini yang hendaknya menjadi perhatian khusus bagi masyarakat dan juga pemerintah setempat dalam merawat khazanah ulama masa lampau.